MUARA TEWEH – Sejumlah pihak diduga menikmati keuntungan dari pembangunan jalan lintas sepanjang lebih dari 50 km di Kecamatan Lahei, Barito Utara, Kalimantan Tengah, yang kini rusak parah akibat tidak terawat. Jalan yang dibangun oleh Perusda Batara Membangun pada tahun 2017 ini, awalnya dimaksudkan untuk menghubungkan tujuh desa di Kecamatan Lahei, namun kini dimanfaatkan oleh perusahaan swasta sebagai jalur pipa kondensat.
Pembangunan jalan ini diinisiasi oleh Bupati Barito Utara periode 2013-2023, Nadalsyah. Dengan berbagai upaya, pemerintah daerah saat itu berhasil meyakinkan warga untuk menghibahkan lahan mereka, tanpa kompensasi, demi pembukaan akses jalan yang diharapkan akan menjadi urat nadi perekonomian bagi wilayah tersebut. Namun, kenyataan berkata lain, kini jalan tersebut rusak berat dan bahkan tak bisa dilalui, menyebabkan kekecewaan mendalam bagi warga yang telah berkorban.
Jalan lintas ini direncanakan menghubungkan desa-desa seperti Muara Bakah, Juju Baru, Hurung Enep, Bengahon, Muara Pari, Muara Inu, Karendan, hingga Haragandang. Namun kini, kondisi jalan sangat memprihatinkan dengan banyaknya jembatan putus dan ruas jalan yang tergerus, sehingga tidak dapat digunakan sama sekali.
Kepala Desa Muara Inu, Hernedi, dan Kepala Desa Muara Pari, Mukti Ali, menyatakan bahwa kondisi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Mereka mendesak Pemkab Barito Utara dan Perusda Batara Membangun untuk segera memperbaiki jalan tersebut, sesuai dengan janji yang telah diutarakan sejak lama. “Warga sudah mengorbankan tanah mereka tanpa ganti rugi untuk membuka jalan ini. Jika jalan dibiarkan rusak, warga bisa saja menuntut kembali tanah mereka,” kata Hernedi dengan nada kesal.
Kerusakan jalan ini sebenarnya telah menjadi perhatian DPRD Barito Utara. Pada 18 Juli 2023, DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemkab, Perusda, dan PT Medco Energi. Hasil rapat itu menyepakati bahwa jalan akan segera diperbaiki, namun hingga saat ini, realisasi janji tersebut belum juga terlaksana.
Siapa yang Diuntungkan?
Meski warga merana akibat rusaknya jalan, ada dugaan bahwa beberapa pihak justru menikmati keuntungan dari situasi ini. Selain Perusda Batara Membangun, beberapa perusahaan swasta, seperti PT Medco Energi Bangkanai Limited (Medco E&P) dan PT Mirah Ganal Energi, diduga terkait dengan proyek pembangunan jalan ini.
Direktur Perusda Batara Membangun, Asianoor Alihazeki, sempat menyatakan dalam RDP bahwa pihaknya bekerja sama dengan PT Medco untuk pemeliharaan jalan tersebut. Namun, muncul informasi bahwa dana sekitar Rp7 miliar yang disediakan PT Medco untuk pemeliharaan jalan tidak digunakan sesuai peruntukannya. Selain itu, ada dugaan bahwa Perusda menyewakan lahan jalan kepada PT Medco untuk pemasangan pipa kondensat, tanpa persetujuan DPRD Barito Utara.
Saat dikonfirmasi, VP Relations & Security Medco E&P, Arif Rinaldi, memastikan bahwa tidak ada fasilitas operasi perusahaan yang terpasang di sepanjang jalan tersebut. Dia juga menyebutkan bahwa Medco E&P telah berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur jalan dari tahun 2019 hingga 2021, namun perbaikan jalan sepenuhnya merupakan tanggung jawab Perusda dan Pemkab karena status jalan itu adalah jalan Kabupaten.
Tanggung Jawab Nadalsyah
Sebagai bupati yang memimpin saat proyek ini diinisiasi, Nadalsyah memikul tanggung jawab moral atas kerusakan jalan yang kini menimbulkan banyak masalah bagi warga. Pembangunan jalan tersebut, yang awalnya digadang-gadang akan menghubungkan desa-desa di Kecamatan Lahei dan mendongkrak perekonomian lokal, kini malah menjadi sumber kekecewaan bagi masyarakat.
Perlu adanya langkah tegas dari Pemkab dan Perusda Batara Membangun untuk segera menangani kerusakan jalan ini. Janji yang telah diutarakan sejak lama harus segera diwujudkan demi mengembalikan kepercayaan masyarakat yang telah berkorban banyak untuk proyek ini.
Proyek Mirah Ganal Energi
Sementara itu, PT Mirah Ganal Energi diketahui juga memasang pipa kondensat di sepanjang jalan tersebut pada 2021 meskipun sempat muncul kontroversi. Proyek ini sempat tertunda beberapa tahun karena berbagai kendala, salah satunya masalah pembebasan lahan.
Pipa kondensat PT Mirah Ganal Energi membentang dari Muara Bakah hingga Karendan, lokasi PT Ophir. Pemasangan pipa saat itu dilakukan oleh PT Duta Virja di sisi kanan dan kiri jalan yang dibangun Perusda tersebut.
Proyek ini terealisasi setelah PT Mirah mendapat pembiayaan jutaan dolar AS dari PT Indonesia Infrastructure Finance (IFF) pada April 2021 untuk membangun dan mengoperasikan pipa kondensat sepanjang 55 km serta kilang mini berkapasitas 600 barel per hari yang terletak di tepi Sungai Barito. IFF berdalih pembiayaan ini sudah mempertimbangkan aspek bisnis dan lingkungan.
Selama ini kendala logistik menjadi tantangan utama dalam proses pengangkutan kondensat kepada pembeli melalui truk. Dengan dibangunnya pipa, kondensat bisa dialirkan dari tangki penyimpanan Kerendan menuju kilang mini untuk diolah menjadi bahan bakar komersial, seperti bensin dan minyak diesel.
Namun, kalangan aktivits mempertanyakan legalitas pemasangan pipa kondensat tersebut, terutama terkait dengan izin lingkungan.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), proyek ini seharusnya melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), AMDAL, UKL-UPL, dan berbagai izin lingkungan lainnya.
DPRD Barito Utara juga pernah mengungkapkan bahwa proses perjanjian sewa lahan dilakukan tanpa sepengetahuan mereka. Anggota DPRD Barito Utara H. Tajeri menyampaikan keprihatinannya atas situasi ini.
Dia menegaskan DPRD sudah melakukan berbagai upaya, termasuk RDP, namun tidak diindahkan oleh pihak terkait. Warga pun merasa kecewa dan mulai mempertimbangkan untuk mencabut surat hibah lahan yang telah mereka berikan.
“Kami di DPRD bingung juga. Sementara saat ini masyarakat dari sejumlah desa yang sudah menghibahkan tanahnya ramai-ramai ingin membatalkan hibah. Karena baru tahu jika pembukaan jalan itu justru untuk pemasangan pipa kondensat,” kata politisi dari Partai Gerindra ini beberapa waktu lalu.
Menanggapi keluhan dari berbagai kalangan terkait jalan lintas yang rusak parah itu, mantan Bupati Barito Utara H. Nadalsyah menjelaskan bahwa jalan tersebut masih dalam proses beberapa tahapan yang dilakukan oleh pemerintah setempat.
“Sekarang jalan itu tidak bisa begitu selesai langsung di aspal, harus ada peningkatan seperti beberapa lapisan,” kata mantan Bupati Barito Utara dua periode yang maju sebagai calon Gubernur Kalteng ini.
Entah apa penyebabnya, Pemkab Barito Utara ataupun Perusda terkesan sangat lamban menindaklanjuti tuntutan warga agar jalan tersebut segera diperbaiki. Apakah karena APBD 2024 Barito Utara sebesar Rp2,6 triliun belum mengalokasikan anggaran perbaikan jalan itu ataukah faktor lain?
Yang jelas, pipa kondensat di sepanjang jalan lintas itu sudah tertanam dengan aman di dalam tanah yang diperoleh dari hibah warga desa. Perusahaan pemilik pipa mungkin merasa sudah melunaskan kewajiban mereka membantu Pemkab atau Perusda untuk pemeliharaan jalan itu. Lalu kemana aliran uang untuk pemeliharaan jalan tersebut?