MUARA TEWEH – Nama Ir. H. Achmad Yuliansyah, M.M tak asing di telinga masyarakat Kabupaten Barito Utara. Ia pernah menjabat sebagai Bupati Barito Utara selama dua periode, yakni dari 2003 hingga 2013. Di bawah kepemimpinannya, Barito Utara dikenal sebagai daerah yang bersih dan tertata, serta jauh dari bencana banjir yang kini kerap melanda kawasan tersebut.
Dalam era kepemimpinan Achmad Yuliansyah, ada keyakinan yang kuat bahwa kebijakan ketat terkait izin tambang batu bara berperan besar dalam menjaga lingkungan Barito Utara. Sejumlah sumber menyebutkan bahwa pada masa itu, izin tambang batu bara di Barito Utara sangat sulit diberikan. Achmad Yuliansyah dianggap memahami betul dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan, termasuk risiko banjir yang meningkat seiring dengan rusaknya hutan dan tanah resapan air.
Selama menjabat sebagai bupati, Achmad Yuliansyah dikenal dengan kebijakan tegasnya terkait pemberian izin tambang. Ia dikabarkan sangat berhati-hati dalam menyetujui izin pertambangan batu bara karena menyadari dampak buruk yang dapat ditimbulkan. Penolakan terhadap izin tambang bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menghindari kerusakan lingkungan yang dapat menyebabkan bencana alam seperti banjir.
Menurut beberapa laporan, kondisi alam di Barito Utara pada masa kepemimpinannya relatif stabil dan aman dari ancaman banjir besar. Hal ini didukung oleh infrastruktur yang baik serta pengelolaan tata ruang yang memperhatikan lingkungan. Kebijakan ini kontras dengan situasi saat ini, di mana banjir menjadi masalah tahunan di sejumlah kecamatan di Barito Utara, terutama Muara Teweh.
Selain ketatnya regulasi tambang, Achmad Yuliansyah juga dikenal sebagai pemimpin yang memperhatikan kebersihan kota. Barito Utara, khususnya Muara Teweh, pada masanya dianggap sebagai kota yang bersih, dengan pengelolaan sampah yang baik dan tata kota yang teratur. Program-program kebersihan lingkungan diaktifkan, dan fasilitas umum dirawat dengan baik, menjadikan Barito Utara salah satu kabupaten yang terlihat bersih dan rapi di Kalimantan Tengah.
Sejumlah warga yang mengenang era kepemimpinannya menyebutkan bahwa di bawah Achmad Yuliansyah, masyarakat merasakan rasa aman karena risiko bencana seperti banjir sangat minim. Wilayah-wilayah yang rentan banjir saat ini, seperti Teweh Tengah, Teweh Selatan, dan Montallat, diklaim relatif aman pada masa itu.
Kini, setelah hampir satu dekade berlalu sejak kepemimpinan Achmad Yuliansyah, situasi di Barito Utara berubah. Banjir telah menjadi masalah yang berulang, terutama sejak meningkatnya aktivitas tambang batu bara di wilayah ini. Banyak yang mulai membandingkan era kepemimpinan Achmad Yuliansyah dengan masa sekarang, di mana banjir kerap terjadi dan ribuan rumah terendam air setiap tahunnya.
Kebijakan longgar terhadap izin tambang pada masa pemerintahan berikutnya ditengarai sebagai salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan yang memicu banjir. Penambangan yang tidak terkontrol menyebabkan deforestasi besar-besaran dan mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, sehingga air langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan banjir di wilayah hilir.
Apakah Tambang Batu Bara Penyebabnya?
Pertanyaan tentang apakah tambang batu bara adalah penyebab utama banjir di Barito Utara terus menjadi perdebatan. Namun, yang jelas, kebijakan ketat Achmad Yuliansyah terkait izin tambang pada masa jabatannya memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan keberlanjutan ekosistem di Barito Utara.
Kondisi saat ini, di mana izin tambang batu bara lebih mudah dikeluarkan, telah memperlihatkan dampak nyata pada lingkungan. Deforestasi, kerusakan tanah, dan meningkatnya risiko banjir adalah tantangan serius yang dihadapi oleh masyarakat Barito Utara, terutama Muara Teweh.
Di era Ir. H. Achmad Yuliansyah, M.M, Barito Utara dikenal sebagai wilayah yang bersih dan bebas dari banjir. Kebijakan ketatnya terhadap izin tambang batu bara mungkin menjadi salah satu faktor utama yang menjaga keseimbangan lingkungan di wilayah tersebut. Kini, dengan meningkatnya aktivitas tambang, banjir menjadi masalah yang sulit diatasi. Membandingkan kedua era tersebut, kebijakan lingkungan yang berkelanjutan tampaknya menjadi kunci untuk mengatasi tantangan banjir yang semakin parah di Barito Utara.